Warinussy Kecam Aparat Hukum diduga lakukan Tindakan Arogansi Kekuasaan Terhadap Oknum YK Orang Asli Papua (OAP)

admin
Img 20231205 Wa0019

Papua Barat-Transisinews.com. Sebagai Direktur Eksekutif Lembaga Penelitian, Pengkajian dan Pengembangan Bantuan Hukum (LP3BH) Manokwari dan sebagai Advokat dan Pembela Hak Asasi Manusia (HAM) yang pernah meraih penghargaan internasional di bidang HAM “John Humphrey Freedom Award” tahun 2005 di Montreal, Canada, menyampaikan benar- benar prihatin dan menyesalkan tindakan arogansi kekuasaan yang bersifat intimidatif Kapolresta Manokwari Kombes Polisi RB Simangunsong dan jajarannya terhadap seorang warga sipil asli Papua bernama Yan Kubiari (YK) pada Kamis, 30/11 di lobby Swiss-Belhotel Manokwari.

YK diduga memakai baju kaos bermotif Bendera Bintang Fajar/Bintang Kejora dengan tutup kepala (topi) bermotif sama. Saat itu, Tak diduga dalam keseharianya selaku salah satu karyawan Swiss-Belhotel Manokwari, tengah menghiasi lobby hotel dengan pernak pernik Natal. Dia didatangi sejumlah oknum polisi dari Polresta Manokwari berpakaian preman yang diduga dipimpin Kepala Unit Tindak Pidana Tertentu Kanit Tipidter Satreskrim Polresta Manokwari Iptu Abeg Guna Utama, Rupanya YK dipandang “melanggar” hukum hanya karena mengenakan baju bermotif Bintang Kejora tersebut. Ungkap Warinussy

Sehingga yang bersangkutan “dibawa” ke Mapolresta Manokwari, guna dimintai keterangan. Semalam, saya ditemani istri tercinta Ny.Merry Wambrauw telah mendatangi rumah keluarga Kubiary di Fanindi Kampung Bouw, Manokwari. Kami bertemu dengan Kakak dari YK dan memperoleh informasi jika YK akhirnya telah kembali ke rumahnya pada Jum’at, 1/12 sekira pukul 02:00 wit setelah lebih dahulu memberi keterangan terkait baju dan topi yang dipakainya kepada penyidik Polresta Manokwari hari itu.

Yan Warinussy benar-benar mempertanyakan tindakan Kapolresta Manokwari Kombes Polisi RB Simangunsong dan jajarannya yang melakukan tindakan “penggelededahan” di rumah kediaman YK di Kampung Petrus Kafiar, Amban, Manokwari dengan tanpa mengantongi ijin penggeledahan dari Ketua Pengadilan Negeri Manokwari Kelas I B. Padahal Pasal 32 Undang Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), menegaskan bahwa penyidik dapat melakukan penggeledahan rumah dengan Surat Ijin Ketua Pengadilan. Ucap Yan Warinussy

“Bahkan di dalam rekaman video yang diduga telah diedarkan oleh oknum anggota Polres Manokwari di salah satu akun Instagram (IG) terlihat tak ada kehadiran Kepala Kampung atau Ketua Lingkungan saat polisi memasuki rumah kediaman YK. Ini suatu bentuk tindakan yang cenderung melawan hukum dan bentuk pendidikan hukum yang tidak baik kepada rakyat asli Papua dan Indonesia di Manokwari dan sekitarnya,” Yang cukup mengherankan bagi saya adalah selama ini YK yang saya kenal sering menggunakan baju atau ikat kepala bermotif Bintang Kejora, tapi yang bersangkutan tidak ditemui, dipanggil ataupun dibawa oleh aparat keamanan untuk dimintai keterangan.

Lanjut Warinussy, YK saat “dibawa” beberapa hari lalu juga tidak sedang melakukan perlawanan atau aksi ditempat umum dan juga tidak diwaktu normal kerja misalnya siang hari. Namun dia hanya memakai baju tersebut di malam hari dan di dalam lobby Swiss-Belhotel Manokwari. Apa yang dialami YK pasti juga sama dengan apa yang dialami saudara-saudaranya yang melakukan aksi unjuk rasa di salah satu sudut kota Kupang Nusa Tenggara Timur (NTT) pada Jum’at, 1 Desember lalu. Pemahaman terhadap esensi dasar peristiwa 1 Desember 1961 (62 tahun silam) menurut pandangan hukum saya semestinya didaratkan secara baik kepada semua pihak, jelas Warinussy

termasuk aparat penegak hukum. Agar pertimbangan sosiologi hukum juga menjadi dasar pertimbangan empirik sebelum mengedepankan pendekatan penegakan hukum yang cenderung tidak menyelesaikan persoalan perbedaan pemahaman tentang integrasi Papua itu sendiri di masa depan. Sehingga tidak terdapat sindiran bahwa langkah penegakan hukum di saat momen “menarik” 1 Desember sesungguhnya sedang mempertontonkan cara untuk menghabiskan dana pengamanan semata yang sejatinya tidak bersifat solutif. Ujar Warinussy

Tapi justru semakin memperlebar jurang perbedaan cara pandang Orang Asli Papua (OAP) tentang eksistensi diri mereka sebagai warga kelas dua, kelas tiga dan seterusnya. Serta selalu menjadi pihak yang senantiasa mengalami perlakuan tidak adil dari negara yang dipersonifikasikan dengan kehadiran aparat keamanan yang justru tidak melahirkan suasana akan dan nyaman berada di dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dari masa ke masa.

Dan Sebagai Advokat dan Pembela HAM, saya berpendapat bahwa apa yang dilakukan oleh YK sesaat sebelum dia ditemui hingga dibawa ke kantor Polresta Manokwari, adalah bagian dari hak dia selaku warga bangsa Orang asli Papua yang sedang berekspresi sebagai dijamin di dalam Pasal 28 Undang Undang Dasar (UUD) 1945. Tutup Warinussy

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *