Polemik Pernyataan Kapolres Sampang, Pembina PJS: Sejak Kapan Polisi Atur Cara Jurnalis Menulis?

Photo Istimewa (Sumber: suarajokotingkir, 2025)

Sampang, suarajokotingkir.com – Pernyataan Kapolres Sampang, AKBP Hartono, yang mengklaim wartawan tidak boleh menggunakan kata “diduga” dalam pemberitaan menuai kecaman keras dari Persatuan Jurnalis Sampang (PJS).

Sikap ini dinilai sebagai bentuk intervensi terhadap kerja jurnalistik yang dijamin oleh undang-undang.

Pembina PJS, Hanafi, menegaskan bahwa pernyataan Kapolres tersebut keliru dan berpotensi membungkam kebebasan pers.

“Pernyataan ini tidak hanya salah secara konsep, tetapi juga merupakan bentuk intervensi terhadap independensi jurnalis. Kata ‘diduga’ adalah bagian dari prinsip asas praduga tak bersalah yang diatur dalam Kode Etik Jurnalistik Pasal 3,” ujar Hanafi dalam keterangan tertulisnya, Kamis (13/03/2025).

Menurut Anaf, sapaan akrab Pembina PJS, menghilangkan kata “diduga” dalam pemberitaan sama saja dengan mematikan fungsi pers sebagai pilar keempat demokrasi.

“Sejak kapan polisi memiliki kewenangan untuk mengatur kaidah jurnalistik? Kapolres seharusnya fokus pada tugasnya menegakkan hukum, bukan menggurui wartawan tentang cara menulis berita,” tegasnya.

Lebih lanjut, Anaf yang menyandang status lisensi Wartawan Madya dari Dewan Pers tersebut, mempertanyakan sikap Kapolres yang seolah-olah tidak menerima adanya pemberitaan berbasis dugaan.

“Kalau aparat benar-benar bersih, kenapa takut dengan pemberitaan yang mengandung dugaan? Jika ada keberatan terhadap suatu berita, gunakan mekanisme hak jawab sesuai Undang-Undang Pers, bukan dengan menekan wartawan secara sepihak,” imbuhnya.

PJS menilai pernyataan Kapolres menunjukkan pola pikir yang represif dan bisa mengancam transparansi hukum di wilayah Sampang.

Oleh karena itu, Anaf mendesak Kapolres Sampang segera menarik pernyataannya dan meminta maaf kepada publik.

“Pers bekerja berdasarkan standar jurnalistik, bukan atas kehendak kepolisian. Jika aparat hukum ingin dihormati, maka berikan keteladanan dengan keterbukaan dan profesionalisme, bukan dengan mengintimidasi jurnalis yang menjalankan tugasnya,” pungkasnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *