DALAM SATU ABAD PSHT : MEREKONSTRUKSI PARADIGMA HUMANISME PERSAUDARAAN

admin
Img 20240726 Wa0078
Akhmad Kusnindar, Pengesahan Warga PSHT Tahun 2005 Pengurus Cabang PSHT Pamekasan Periode 2022-2027

Madura, suarajokotingkir.com – PSHT adalah perguruan pencak silat yang sangat mengagungkan ajaran persaudaraan, mengajarkan pentingnya humanisme atau rasa kemanusiaan dalam kehidupan di dunia ini. PSHT melatih, mendidik, menuntun, membimbing, dan mengayomi anggotanya agar memiliki cita rasa kemanusiaan yang tinggi sesuai amanah Sang Pencipta, Allah SWT. Semua ini demi terciptanya tatanan kehidupan masyarakat yang selamat, aman, tertib, damai, gemah ripah loh jinawi toto tentrem kerto raharjo. Pada intinya, organisasi PSHT sangat mendukung perdamaian. Oleh karena itu, PSHT memiliki slogan atau semboyan “Memayu Hayuning Bawono”, yang menjadi bagian dari barometer ajaran SH (Setia Hati).

Pembahasan tentang persaudaraan di PSHT sangat jelas dan tegas, menunjukkan bagaimana para anggotanya mampu membangun hubungan sosial yang kental dengan nilai-nilai kemanusiaan, memanusiakan manusia, sehingga tercipta nuansa persaudaraan yang harmonis di lingkungan masyarakat. Alangkah indah dan bahagianya jika dalam perjalanan sejarah bangsa yang merdeka ini, di dalam negerinya tercipta stabilitas sosial, situasi keamanan dan ketertiban masyarakat yang kondusif, serta damai antar sesama anak bangsa. Dengan demikian, cita-cita bangsa dan negara Indonesia tercinta ini akan mudah tercapai.

Namun, yang terjadi selama ini sering kali berbeda. Beberapa kejadian di beberapa daerah menunjukkan seolah-olah anggota PSHT hanya diproyeksikan sebagai predator atau mesin pembunuh, dan itu adalah kesalahpahaman besar. Anggota PSHT bukan pula dicetak dengan watak primordialistik dan chauvinis karena hal ini sangat bertolak belakang dengan ajaran PSHT yang bercorak nasionalis dan humanis. Mengapa demikian? Karena hasil pengamatan penulis menunjukkan bahwa ada sebagian oknum anggota PSHT bertindak di luar batas seorang pendekar PSHT, bertingkah laku seperti preman atau anggota geng, berwatak sengkuni, berperilaku culas, menipu, mendikotomi kelompok, dan membenci persatuan.

Organisasi perguruan pencak silat PSHT mendidik, menuntun, membimbing, melatih, dan memproses anak-anak didiknya dengan berpijak pada ajaran SH (Setia Hati) agar output-nya menghasilkan watak-watak pendekar yang sejati, bukan berwatak preman. Pendekar adalah kesatria yang mengandung pengertian penegak keamanan, penegak keadilan, pemimpin masyarakat, pembela kaum tertindas atau kaum lemah karena ketidakadilan dan ketidakbenaran. Sementara preman sangat identik dengan dunia kriminal dan kekerasan, karena kegiatan preman tidak lepas dari kedua hal tersebut (wikipedia.org).

Saudara-saudara anggota PSHT harus mampu menerapkan ajaran persaudaraan PSHT di tengah-tengah kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Mereka harus ikut serta dalam menciptakan perdamaian dan ketertiban sesuai amanah UUD 1945 dan Pancasila, serta mampu memberikan kemaslahatan pada umat manusia di manapun berada, “kaki dipijak di sanalah langit dijunjung”. Jangan seperti yang terjadi selama ini, di mana anggota PSHT masih saja membuat onar, kegaduhan, seperti komplotan geng atau bertindak ala preman yang mengganggu ketertiban umum, meresahkan masyarakat, dan merepotkan aparat serta pemerintah.

Lalu di mana letak ajaran SH di PSHT yang diagung-agungkan dan dibanggakan itu?

Mengherankan memang kejadian-kejadian di PSHT dalam era digital ini. Apakah memang pengaruh digital begitu kuat terhadap PSHT? Sehingga ada di antara anggota PSHT yang kehilangan arah ajaran persaudaraan PSHT? Atau apakah mereka tidak mendapatkan pembelajaran tentang ajaran persaudaraan PSHT sejak menjadi siswa hingga menjadi warga PSHT? Sehingga setiap tindakan dan perbuatan mereka hanya menuruti ego pribadi tanpa terukur pada pijakan ajaran.

Ataukah ajaran persaudaraan PSHT sudah bertolak belakang dengan realitas kehidupan zaman digital ini? Sehingga terjadi pemahaman ambigu dan ambivalensi antara kepentingan pribadi dan keluhuran ajaran persaudaraan PSHT itu sendiri. Ataukah sudah begitu dilematisnya ajaran persaudaraan PSHT dalam menghadapi tantangan zaman digital ini?. Sehingga pergerakan untuk memajukan dan mengembangkan nasib PSHT terpolarisasi antara nilai etik Pancasila dengan nilai berpikir sejengkal perut. Ataukah memang di antara anggota PSHT yang sudah memiliki segudang ilmu pengetahuan ajaran PSHT hanya karena hasrat nafsunya yang membuncah, mengkudeta hati nuraninya sendiri?. Sehingga PSHT hanya dijadikan alat tunggangan kepentingan politik dan berjuang sepenuh jiwa raga mencari dukungan kepada anggota PSHT di akar rumput untuk mendapatkan legitimasi kepercayaan penuh dan organisasi PSHT bisa efektif dijadikan alat kendaraan politik.

Atau jangan-jangan PSHT sengaja ingin dihancurkan dari dalam tubuh PSHT itu sendiri?. Karena kenyataannya, selama kurang lebih sewindu lamanya terjadi konflik dan perebutan pucuk pimpinan tertinggi di PSHT, yaitu Ketua Umum PSHT.

Sehingga muncul dua badan hukum organisasi, yakni Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) dan Persaudaraan Setia Hati Terate Pusat Madiun (PSHTPM). Konflik ini memicu ketidak kondusifan sampai ke akar rumput. Sehingga yang terjadi selama ini adalah saling klaim paling PSHT.

Seharusnya, jika merujuk pada Badan Hukum yang diterbitkan oleh Kemenkumham, kita tidak lagi saling klaim, karena sudah secara otomatis berdiri organisasi yang berbeda dan kebijakan yang berbeda. Misalnya, seperti kejadian sekarang, jika yang melakukan kegaduhan di daerah Jawa Timur adalah anggota PSHTPM, maka jangan membawa nama PSHT. Harus ada ketegasan antara organisasi PSHT dengan PSHTPM. Lantas di mana letak persaudaraan itu?

Tidak salah apabila penulis menyitir pepatah yang mengatakan bahwa “Moralitas selalu kalah dengan kepentingan materi (di sebagian kaum).”

Salam Persaudaraan!


Penulis : Akhmad Kusnindar
Pengesahan Warga PSHT Tahun 2005
Pengurus Cabang PSHT Pamekasan Periode 2022-2027

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *